Sengsara. Semua orang di dunia ini tentu pernah mengalaminya. Bahkan tokoh-tokoh besar dan sangat spiritual pun pernah menjalankan fase ini. Tentu saja kesengsaraan itu wajar, karena semua orang pasti pernah mengalaminya.
Tapi, dari manakah kesengsaraan itu berasal? Apakah kesengsaraan itu datang dengan sendirinya, bersatu dengan dunia semenjak bumi ini diciptakan untuk ditempati oleh para manusia? Jika memang Sang Pencipta sangat mengasihi makhluk serupaNya, mengapa Ia menciptakan kesengsaraan untuk kita?
Kesengsaraan tidak datang begitu saja. Tuhan menciptakan manusia serupa dengan Dia, sehingga Ia memberikan kita kemampuan untuk menciptakan, berilusi dan menjadikan ilusi itu sesuatu yang nyata di dunia. Dengan kemampuan ini pun manusia berkreasi, sama seperti Tuhannya berkreasi menciptakan segala sesuatu yang baru tiap harinya di semesta alam. Kemudian, dari hasil kreasi itu, muncullah berbagai emosi, pemahaman, dan pemikiran akan sesuatu. Salah satu emosi yang terciptakan adalah rasa egoisme, rasa ingin mendapatkan segalanya seorang diri, kondisi dimana seseorang mengutamakan dirinya dalam segala hal. Tentu saja dari setiap hasil kreasi itu pasti ada dampak positif ataupun negatifnya, tergantung dengan reaksi alam dan manusia di sekitarnya. Reaksi dari manusia lain ini bisa berupa kesengsaraan, yang merupakan perasaan bahwa segala hak ataupun kepunyaannya telah direnggut oleh orang lain, sehingga ia memiliki pandangan bahwa hidup itu tidak adil. Kesengsaraan dan egoisme ini sendiri adalah wujud dari ilusi yang sudah diciptakan oleh manusia. Namun, kita telah lama berpikir bahwa kesengsaraan itu bukanlah ilusi, karena kesengsaraan itu dapat dirasakan. Telah lama kita berpikir bahwa semua emosi yang kita rasakan dalam hidup adalah sesuatu yang mutlak.
Pernahkah anda belajar dari seorang anak jalanan, ataupun dari tawa seorang korban bencana alam? Mereka tahu bahwa mereka bisa memilih untuk tetap merasa sengsara ataupun menyinari hidupnya sendiri dengan sesuatu yang positif. Maka dari itu, mereka memilih pilihan kedua, mereka sadar sepenuhnya bahwa mereka mampu menyingkirkan ilusi kesengsaraan, selama mereka memiliki tekad yang kuat.
Pernahkah kau berpikir bahwa kemampuan berilusi dan menciptakan ini pun dapat digunakan untuk mengusir kesengsaraan, sama seperti yang telah dilakukan oleh bocah jalanan ataupun korban bencana alam tadi? Kita mendapatkan karunia untuk dapat menentukan nasib dan menciptakan suatu ilusi yang positif. Ibaratkan hal ini dengan menonton film horror. Pernahkah anda merasa takut ketika sedang menonton film horror? Apa yang anda tonton itu hanya peranan belaka, ilusi yang diciptakan untuk mengisahkan film itu. Dan rasa takut itu muncul karena kita terhanyutkan oleh film itu, kita merasa sebagai suatu bagian dari film itu; seorang saksi dari apa yang terjadi disana. Namun, pernahkah anda berpikir bahwa anda bisa memilih untuk terus terhanyutkan dalam ketakutan itu atau mengganti film horror tadi dengan film lain? Nah, tentu saja skenario dalam DVD film horror itu tidak akan berubah, tapi anda bisa memilih untuk melihat skenario dalam DVD lain dan menikmatinya. Film horror disini saya ibaratkan sebagai tragedi ataupun kekelaman dunia yang sering kita saksikan saat ini, dan film lain itu saya ibaratkan sebagai sisi positif yang dapat kita temukan di hidup. Sesungguhnya, kita sendirilah yang menentukan indah atau tidaknya hidup. Jika kita memilih untuk terus dihanyutkan oleh kekelaman dunia, maka kita akan terus dilanda ilusi kesengsaraan itu. Jika kita memilih untuk beralih pandangan dan mengagumi sebuah pohon di padang gurun yang kering dan hampa, maka kita tentu akan merasa bahwa hidup adalah anugerah.
Sekian dari pesan yang saya terima pada hari ini. Namaste!~
No comments:
Post a Comment