Wednesday, December 26, 2012

A DOODLE'S LIFE



Ever wonder what it's like to be a doodle? What it's like to live in a papery world where each of your body parts is created with the tip of a pencil, or a pen, or a marker?

Well, one thing for sure; in a doodle's life, anything is possible!

If you're a doodle, you can:


Munch a giant cookie (without having to worry about getting fat)


Explore the universe (or your stargazing book, to be precise) 


Party hard with these cute little dolls from your pen pals,


Be the queen of the world,


Climb your favorite crystal,


Be your favorite hero's sidekick,


Share your evil plan with your giant human twin sister,


And roast your marshmallow on your Christmas light! 



However, being a doodle isn't always easy...




Taking a bath is too risky,



Your dog is no longer your best friend,


You may get stuck in a jar,


And you can't draw anymore because all available markers are too big for you :(


Oh well, happy holiday, everyone! Merry Christmas and Happy New Year :)

Tuesday, December 18, 2012

PARAGRAF PENUH TANYA

Jadi, bila dia jauh lebih tua dariku dan kita tidak memiliki hubungan darah sama sekali, aku tidak bisa bersahabat dengannya? Apakah aneh bila aku bersahabat dengan yang jauh lebih muda, atau yang jauh lebih tua, ketimbang dengan mereka yang seumuran denganku? Jadi aku harus menanggung dosa apabila aku memiliki teman yang berbeda status sosialnya, berbeda umurnya, berbeda latar belakangnya, dan berbeda pula kepercayaannya? Jadi aku akan berdosa bila aku berteman dengan  seorang perokok, pemabok, penghisap ganja, PSK? Bukankah adanya kejahatan di dunia ini merupakan tanggung jawab kita semua sebagai manusia yang satu? Bukankah Tuhan ingin kita menjadi teman bagi siapa saja, mencintai siapa saja tanpa pamrih, memeluk siapa saja dengan kasih tanpa peduli betapa dekilnya orang yang akan kita peluk atau berapa banyak kejahatan yang telah ia perbuat? Bukankah semua manusia sama derajatnya, atau setara, di mata Pencipta dan di mata hukum yang berlaku di alam semesta ini? Siapakah kita sehingga kita berhak menciptakan hukum kita sendiri di dunia yang sesungguhnya bukan milik kita? Atau apa aku yang salah? Apa aku yang menyimpang hukum dan moral, dan berdosa karena telah menciptakan konsepku sendiri? Apakah berpendapat dan bertanya akan kebenaran yang sesungguhnya merupakan tindakan yang arogan? Siapakah yang berhak menentukan mana yang benar dan yang salah, menyebarkan ajarannya, dan kemudian menurunkannya kepada generasi-generasi berikut, yakni mereka yang meneruskan kelangsungan hidup di alam semesta? Bisakah aku bertanya kepadaNya langsung dan memintaNya untuk memberikanku tanda? Apa aku harus bungkam dalam kesabaran, menanti jawaban hingga akhir hayat, mendekap liang kubur dengan rasa penasaran yang tergolek pasrah di dalam gundukan tanah? 

Ah, sudah malam. Barangkali aku akan melanjutkan paragraf ini dalam tidurku, dalam mimpiku.