Jadi, bila dia jauh lebih tua dariku dan kita tidak memiliki hubungan darah sama sekali, aku tidak bisa bersahabat dengannya? Apakah aneh bila aku bersahabat dengan yang jauh lebih muda, atau yang jauh lebih tua, ketimbang dengan mereka yang seumuran denganku? Jadi aku harus menanggung dosa apabila aku memiliki teman yang berbeda status sosialnya, berbeda umurnya, berbeda latar belakangnya, dan berbeda pula kepercayaannya? Jadi aku akan berdosa bila aku berteman dengan seorang perokok, pemabok, penghisap ganja, PSK? Bukankah adanya kejahatan di dunia ini merupakan tanggung jawab kita semua sebagai manusia yang satu? Bukankah Tuhan ingin kita menjadi teman bagi siapa saja, mencintai siapa saja tanpa pamrih, memeluk siapa saja dengan kasih tanpa peduli betapa dekilnya orang yang akan kita peluk atau berapa banyak kejahatan yang telah ia perbuat? Bukankah semua manusia sama derajatnya, atau setara, di mata Pencipta dan di mata hukum yang berlaku di alam semesta ini? Siapakah kita sehingga kita berhak menciptakan hukum kita sendiri di dunia yang sesungguhnya bukan milik kita? Atau apa aku yang salah? Apa aku yang menyimpang hukum dan moral, dan berdosa karena telah menciptakan konsepku sendiri? Apakah berpendapat dan bertanya akan kebenaran yang sesungguhnya merupakan tindakan yang arogan? Siapakah yang berhak menentukan mana yang benar dan yang salah, menyebarkan ajarannya, dan kemudian menurunkannya kepada generasi-generasi berikut, yakni mereka yang meneruskan kelangsungan hidup di alam semesta? Bisakah aku bertanya kepadaNya langsung dan memintaNya untuk memberikanku tanda? Apa aku harus bungkam dalam kesabaran, menanti jawaban hingga akhir hayat, mendekap liang kubur dengan rasa penasaran yang tergolek pasrah di dalam gundukan tanah?
Ah, sudah malam. Barangkali aku akan melanjutkan paragraf ini dalam tidurku, dalam mimpiku.
No comments:
Post a Comment